Gila. Saya baru 2 bulan mengendarai motor di jalanan, tapi sudah berkali-kali ‘dicolek’ sama kematian. Untungnya, malaikat maut baru ‘nyolek’, belum sampai benar-benar mencabut nyawa. Jalanan memang mengerikan, kematian mengintai di mana-mana jika saja tidak berhati-hati dan kondisi kendaraan kita tidak baik.
Nyaris ditabrak angkot yang belok tanpa lampu sein. Nyaris menabrak motor yang berjalan zig-zag. Nyaris ditabrak truk gara-gara saya mengira truk tersebut akan lurus karena tanpa sein, tapi ternyata belok ke kiri. Dan hampir-hampir ‘bergesekan’ dengan sesama motor yang ketika akan saya susul, motor tersebut malah berbelok ke kanan dan, lagi-lagi, tanpa sein. Duh!! Betapa pentingnya lampu sein bukan?!
Dan kalau saja saya jahat, ingin sekali rasanya menendang pengendara motor yang berkendaraan sambil menelpon. Bikin kagok karena dengan tidak sadar mengendarai motor secara zig-zag.
Berdasarkan’pengamatan’ langsung, secara garis besar pembuat kekacauan di jalanan adalah; pertama, angkutan umum. Segala jenis angkutan umum. Kedua, motor, yang berarti saya juga termasuk di dalamnya. Perilaku sopir angkutan umum di Indonesia memang sangat mengesalkan. Ngetem seenaknya, berhenti mendadak. Kalau perlu ketika melihat calon penumpang, berhenti saat itu juga. Dan saya selalu waspada tiap kali di depan saya adalah angkutan umum.
Pengendara motor, kadang lebih gila lagi. Karena ukurannya yang kecil dan bisa masuk ke celah-celah kemacetan, seringkali jadi bikin jalanan tambah ruwet. Dan banyak sekali saya temukan, di tengah kemacetan semacam itu, dijadikan ajang pamer kebolehan karena bisa kebut-kebutan di tengah kemacetan. Belum lagi jika motor tersebut menggunakan knalpot yang membuat cekak telinga. Lengkap sudah kekacauan tersebut.
Rupanya banyak saya temukan pengendara yang tidak mau standar-standar saja. Artinya, pengendara tersebut ingin kelihatan berbeda dengan yang lain. Maka, knalpot dibuat berisik, lampu dibuat terang sekali, kalau perlu lampu kabut dipasang, sampai-sampai menyilaukan pengendara dari arah berlawanan. Masa bodoh dengan keamanan dan keselamatan diri dan orang lain. Saya bingung, eksistensi diri semacam apa yang ingin dicari di jalanan? Kawan saya mengatakan orang-orang tersebut egois, dan saya sepakat.
Saya merasa lebih nyaman justru ketika melakukan perjalanan ke luar kota karena kendaraan cenderung tidak lebih padat dibandingkan di dalam kota. Di Bandung, saya paling grogi ketika memasuki daerah Cimahi sampai Padalarang. Juga di jalan Soekarno-Hatta. Stress sekali rasanya karena banyaknya motor di jalan-jalan tersebut.
Barangkali memang benar kata ayah saya, setiap orang bisa ngebut, tapi tidak setiap orang bisa membawa kendaraannya pelan-pelan. Sebab membawa kendaraan pelan-pelan lebih banyak menuntut kesabaran. Itulah sebabnya di kursus-kursus mengemudi, orang diajari pelan-pelan dulu, tidak langsung ngebut. Kalau ngebut, orang tidak perlu diajari, cuma perlu keberanian untuk mengambil resiko saja. Sementara, tidak banyak orang yang mau memberi kesempatan kendaraan lain berbelok atau orang lain menyeberang.
Berikut, daftar pelanggaran yang sering saya temukan di jalanan:
- Belok tanpa sein
- Melanggar Lampu Merah, saya belum pernah menemukan pelanggaran terhadap lampu hijau soalnya :p
- Menyusul dari kanan ketika akan berbelok ke kiri, ini akan mengagetkan pengendara yang disusul
- Melawan arah untuk mengambil jalan pintas
- Menelpon saat mengendarai motor
- Dll, anda sebutkan saja 😀
CTM61.240708.12.00.