mind.donnyreza.net

Rakyat dan Tuhan

Pada awalnya adalah sebuah pepatah, vox populi vox dei (suara rakyat adalah suara Tuhan).  Selanjutnya menjadi sebuah jargon demokrasi, seolah-olah menjadi sebuah pembenaran, bahwa kehendak rakyat adalah kehendak Tuhan juga, bahwa keinginan rakyat adalah keinginan Tuhan, atau bahwa pilihan rakyat adalah pilihan Tuhan.

Menurut Dictionary of the History of Ideas, pepatah tersebut pertama kali ditemukan dalam surat Alcuin kepada Charlemagne di awal abad pertengahan (abad ke-8) .

In fact it was during the early Middle Ages (eighth
century) that the proverb,
Vox populi vox Dei was first
recorded. It occurs in a letter of Alcuin to Charle-
magne. In this letter Alcuin says that the proverb is
a customary saying and that the Emperor ought to pay
no attention to it, since the populus ought to be led,
not followed.

Alcuin sendiri yang menjelaskan bahwa pepatah tersebut hanya sesuatu yang biasa saja dan bukan hal yang perlu diseriusi.  Sebab rakyat seharusnya dipimpin, bukan diikuti.  E. Cobham Brewer menegaskan,  “This does not mean that the voice of the many is wise and good, but only that it is irresistible.” Suara terbanyak belum tentu yang terbaik.  Rakyat Indonesia tahu dan merasakan betul soal ini.  Maka, tentu menjadi tidak pada tempatnya jika Tuhan yang dipersalahkan dalam keruwetan bangsa Indonesia.

Pada dasarnya, suara rakyat memang banyak.  Adakalanya saling kontradiksi.  Lantas suara rakyat yang manakah yang merupakan suara Tuhan?  Dalam kacamata Islam, mustahil terjadi kontradiksi dalam “diri” Tuhan.  Tuhan Yang Ahad, tidak mungkin menyatakan “benar” dan “salah” pada saat yang bersamaan untuk sebuah perkara.  Kecuali anda meyakini juga bahwa Tuhan Maha Bingung.

Lain halnya jika dipandang dari kacamata yang berpendapat bahwa ada beberapa Tuhan yang sama kuat dan pengaruhnya terhadap manusia.  Vox populi vox dei bisa jadi sangat relevan.  Maka, ‘peperangan rakyat’ yang terjadi bisa menjadi sebuah indikator bahwa sesama Tuhan sedang ‘berperang’.  Tentu ini semakin membingungkan, karena jika begitu adanya, para Tuhan rasanya terlalu sering bertengkar.  Meskipun memang sering terjadi peperangan antara penganut agama, tidak berarti bahwa ada banyak Tuhan, apalagi bertengkar.

Dalam sejarah Islam, jumlah nabi yang diutus sudah mencapai ribuan orang.  Ini artinya, ribuan kali pula Tuhan mengingatkan bahwa ada yang salah dengan rakyat (kaum).  Kisah Nabi Luth dan kaum Soddom-Gomorrah adalah sebuah contoh terjadinya ‘pertentangan’ antara kehendak rakyat dan Tuhan.  Pun kisah Nabi-Nabi lainnya yang secara eksplisit menjelaskan bahwa suara rakyat belum tentu suara Tuhan.

Kebenaran Tuhan bersifat mutlak, sementara kebenaran manusia bersifat relatif.  Jika tidak dikawal oleh aturan Tuhan, nilai kebenaran itu sendiri akan selalu berubah-ubah.  Judi bisa menjadi benar, begitu pun pencurian, perzinaan dan mabuk-mabukan.  Sebab kecenderungan manusia adalah memenuhi segala keinginannya dengan segala macam cara.  Tanpa aturan Tuhan, hukum rimba yang berlaku.  Sementara dalam hukum rimba, tidak ada benar-salah, segalanya bisa menjadi benar.

Vox populi vox dei bisa menjadi benar, jika rakyat memang berpegang pada aturan-aturan Tuhan.  Maka, bagaimana mungkin bisa dikatakan bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan, jika rakyatnya sendiri tidak mengenal  dan “berhubungan” dengan Tuhannya?  Tidak cukup mengenal, tapi juga harus sampai -setidaknya- memahami apa yang sesungguhnya dimaksud oleh Tuhan.  Barulah kemudian disuarakan.

Jika dihubungkan dengan negara, tidak mungkin ada negara sekuler, seandainya benar yang disuarakan rakyat adalah suara Tuhan.  Maka, menjadi menarik ketika ternyata konsep vox populi vox dei lebih dekat dengan sebagian umat Islam yang mencita-citakan berdirinya kembali pemerintahan Islam yang diyakini sebagai sebuah perintah dari Tuhan.

Tentunya mustahil jika -misalnya- rakyat membenarkan perjudian, perzinaan dan hal-hal maksiat lainnya, lantas hal tersebut adalah suara Tuhan juga.  Sebab Tuhan tidak mungkin sedungu itu.  Oleh karena pada dasarnya Tuhan memiliki sifat-sifat yang sangat mulia dan tidak dimiliki oleh rakyat yang notabene adalah manusia-manusia yang serba memiliki kekurangan.

S3K3L04. 040808. 03.30.

Exit mobile version