mind.donnyreza.net

Ya, Saya Sudah Menikah

Alhamdulillah, atas izin-Nya, saya ditakdirkan memiliki seorang istri.  Aqad nikah dilakukan pada hari Ahad, tanggal 5 April 2009 yang lalu, di rumah orang tua istri saya, Hegarmanah, Bandung.  Pernikahan yang sangat sederhana, tanpa pemberitahuan kepada publik, tanpa undangan, hanya dihadiri keluarga besar saja.  Total acara sudah selesai dalam waktu yang cukup singkat, 1 jam.  Jika saja sahabat-sahabat saya tidak menodong  dengan pertanyaan soal pernikahan seminggu sebelumnya, hampir saja pernikahan saya nyaris tidak diketahui oleh siapa pun di luar pihak keluarga.

Bukan hal yang kami inginkan untuk merahasiakan rencana pernikahan kami. Inginnya kami juga mengundang sahabat, kolega dan seluruh relasi kami untuk menghadiri acara aqad tersebut.  Bahkan, kami ingin seluruh semesta mengetahui pernikahan kami.  Sebab, kami tahu bahwa pernikahan adalah hal yang sangat sakral dalam kehidupan kami.  Akan tetapi, kami pun memiliki alasan sehingga rencana acara aqad nikah kami ‘rahasiakan’.

Permasalahan utama sebetulnya adanya benturan paradigma antara kami dan orang tua kami.  Hal yang lumrah terjadi sebetulnya.  Kami yang masih muda-muda ini tidak terlalu ketat, bahkan tidak terlalu peduli dengan adat istiadat, harus menghadapi orang tua yang cukup ketat dalam hal ini.  Bagi saya, kalau bisa, tidak perlu lah acara adat yang lebih cenderung mengarah kepada hal-hal yang sifatnya syirik itu dilakukan.  Cukup penuhi rukun-rukun nikahnya saja, sesuai tuntunan Islam.  Belum lagi ketika membicarakan soal waktu.

Setidaknya selama 5 bulan, saya dan istri saling mengomunikasikan tentang rencana pernikahan kami.  Untunglah, istri saya waktu itu berada di pihak saya, jadi cenderung lebih mudah bagi saya untuk meyakinkan pihak keluarga istri.  Dalam hal ini, istri saya jadi semacam jembatan komunikasi antara saya dan pihak keluarganya.  Beban yang berat bagi istri saya pastinya untuk bisa mengomunikasikan pikiran-pikiran kami, akan tetapi karena kesabarannya juga, kami bisa menikah sesuai dengan apa yang kami harapkan.

Dalam hal ini, saya memang sangat ngotot untuk bisa menikah sesegera mungkin, sesuai dengan titah Rasulullah SAW.  Bukan sekedar buru-buru, tapi hal tersebut sebagai usaha kami untuk menjaga diri kami dari berbagai macam fitnah yang mungkin muncul.  Juga agar hubungan kami segera diridhai oleh Allah SWT, ini yang paling penting.  Sementara orang tua kami meminta agar kami ‘santai’ saja, jangan terlalu cepat-cepat.  Apalagi kakak istri saya baru saja menikah bulan Desember yang lalu.  Hal ini semakin membuat alasan keluarga kami untuk menunda pernikahan kami semakin kuat.

Kami memang tidak berpacaran saat itu.  Sejak awal berkomitmen satu sama lain, tujuan kami adalah menikah.  Bahkan 1 minggu setelah kami berkomitmen, tujuan saya mendatangi rumahnya adalah untuk meminta izin orang tuanya agar saya bisa menikahi putri mereka.  Jarang sekali bertemu, kemana pun kami pergi sendiri-sendiri.  Komunikasi terbanyak kami hanya melalui SMS, itu pun paling banyak mengomunikasikan rencana pernikahan kami.  Bahwa kemudian muncul rasa rindu, saya kira itu adalah hal yang wajar saja terjadi.  Hal ini pula yang semakin menguatkan pihak keluarga kami untuk tidak terlalu terburu-buru melangsungkan pernikahan.

Pihak keluarga inginnya kami menikah bulan Juni karena kondisi finansial juga menjadi kendala, sementara kami berdua ingin lebih cepat, April bagi kami sudah terlalu lama.  Saya berfikir cukup keras bagaimana sebaiknya agar kami bisa menikah paling lambat di bulan April.  Akhirnya, saya menawarkan sebuah solusi yang menurut saya ‘sama-sama enak’.  Saya mengusulkan untuk memisahkan aqad nikah dan resepsi.  Aqad nikah dilakukan di bulan April, sebagaimana keinginan kami berdua, sementara Resepsi dilakukan di bulan Juni, sesuai keinginan orang tua.  Tanpa diduga, Alhamdulillah, usul saya tersebut diterima oleh keluarga istri saya.  Dengan catatan, ketika aqad nikah hanya keluarga besar saja dulu yang diundang, sementara yang lain akan diundang pada saat resepsi.

Setelah disetujui, proses selanjutnya menjadi sangat mudah dan berjalan sangat lancar.  Alhamdulillah.  Bagi saya, dengan disetujuinya hal tersebut menjadikan hati saya lebih tenang dan santai.  Hal tersebut sempat membuat istri saya salah paham, karena menganggap saya terlalu cuek dengan rencana pernikahan kami.  Padahal yang terjadi sebetulnya adalah, “apalagi yang harus saya pusingkan? tinggal tunggu waktu saja agar segalanya menjadi halal, Insya Allah”.  Ya, begitulah.  Saya menjalani hari-hari pra-nikah justru dengan perasaan yang sangat damai dan tidak terlalu memusingkan apa yang harus saya persiapkan di hari pernikahan.

Lamaran berjalan dengan baik, begitu juga persiapan aqad nikah tidak terlalu merepotkan karena praktis kami tidak terlalu dipusingkan dengan banyaknya undangan dan mempersiapkan jamuan untuk undangan.  Bahkan beberapa hari sebelum aqad nikah, saya masih bisa melakukan hal-hal yang tidak penting seperti facebook-an semalam suntuk, olahraga pagi atau futsal.  Saya membeli peci khusus untuk aqad nikah pada hari Sabtu sore, dan menyadari kalau tidak punya kaus kaki yang bagus beberapa jam sebelum acara aqad nikah, sehingga memaksa saya menggunakan kaus kaki butut untuk acara aqad nikah.  Akan tetapi, bagi saya saat itu segalanya sangat terkendali dan lancar.  Istri saya juga masih bisa mengajar seperti biasa sehari sebelumnya.

Acara Aqad nikah sendiri berjalan sangat khidmat dan cukup singkat, bagi saya sangat mengharukan.  Hanya dalam 1 jam seluruh kegiatan sudah selesai.  Akan tetapi, kami memiliki harapan agar pernikahan kami bisa dijadikan contoh oleh keluarga kami yang lainnya, bahwa sebuah pernikahan bisa dilakukan dengan cukup mudah.  Acara adat yang biasanya ada di pernikahan kakak-kakak istri saya sebelumnya, dihilangkan sama sekali.  Hanya lantunan ayat Al-Qur’an dan beberapa lagu sunda dari kaset yang meramaikan pernikahan kami.  Anehnya, saya memang pernah menginginkan acara pernikahan yang sederhana seperti itu.

Selanjutnya, saat ini kami berdua sedang menyusun rencana untuk melaksanakan acara resepsi, sesuai dengan janji kami kepada orang tua.  Insya Allah, acara resepsi akan dilaksanakan pada hari Ahad, tanggal 7 Juni 2009, bertempat di Masjid Salman, Bandung.  Kali ini kami akan mengundang saudara, kerabat, kolega dan relasi kami, sebanyak yang kami mampu 🙂 Lagi-lagi, saya pernah memimpikan acara resepsi di Salman.  Mudah-mudahan tidak ada halangan yang merintang.  Mudahkanlah, Ya Allah, Ya Rabb.

Exit mobile version