Menarik sekali mengikuti berlangsungnya Ramadhan, ‘Iedul Fitri dan ‘Iedul Adha beberapa tahun terakhir.  Tentu saja, yang menjadi menarik adalah mengenai apakah Ramadhan, Lebaran dan ‘Iedul Adha tahun ini akan berbeda atau berbarengan lagi?  Akan tetapi, yang lebih menarik bagi saya adalah -tentu saja- proses ilmiah dibalik pengambilan keputusan penetapan momen-momen tersebut.

Adalah sebuah buku karya T. Djamaludin yang berjudul Fiqih Astronomi yang membuka pikiran saya dan sedikit menjawab kebingungan saya beberapa tahun lalu.  Buku yang sangat ilmiah, baik dari sisi Islam maupun sisi Ilmu Pengetahuan, sekaligus juga bisa menjawab permasalahan tentang terjadinya perbedaan pendapat mengenai momen-momen penting bagi Umat Islam tersebut.  Tentunya dilengkapi juga dengan dalil-dalil ilmiah (Al-Qur’an, Hadits, data-data astronomis, gambar, dll).  Meskipun masih ada istilah-istilah yang sampai saat ini belum saya pahami juga karena saya tidak mendalaminya.  Akan tetapi, dalam waktu-waktu selanjutnya, saya sangat terbantu ketika akan memutuskan kapan sebaiknya saya melakukan ibadah Shaum Ramadhan, ‘Iedul Fitri dan ‘Iedul Adha.

Menurut saya, terjadinya perbedaan pendapat mengenai momen-momen tersebut bukan sebuah indikasi terjadinya perpecahan.  Akan tetapi, sebuah proses yang harus dilalui oleh Umat Islam di Indonesia khususnya, menuju ke arah kedewasaan.  Toh, meskipun terjadi perbedaan waktu Ramadhan, Lebaran dan Iedul Adha, setidaknya sampai saat ini, tidak pernah sekalipun terdengar adanya bentrok fisik.  Bahkan, yang terjadi kemudian, Umat Islam semakin lebih toleran.  Juga Umat Islam semakin terbuka pikirannya, bahwa ternyata ada berbagai macam metode dan kriteria dalam hal penentuan waktu-waktu tersebut.  Ada proses pendidikan di sana, yang disadari atau tidak disadari oleh umat Islam di Indonesia.

Dulu, ketika segalanya ditentukan oleh pemerintah, kita tidak pernah tahu apa itu “hilal”, “ru’yat” atau “hisab”.  Akan tetapi, sekarang, hampir setiap mendekati Ramadhan, kita dapati penjelasan tentang hal-hal tersebut dalam media massa, buku atau blog.  Menjadi sangat mudah mendapatkan informasi-informasi tentang itu.  Diskusi-diskusi mengenai hal tersebut lebih sering diadakan di Masjid-masjid, kampus-kampus atau di forum-forum dunia maya.

Sesungguhnya pula, kebingungan yang terjadi ketika mendengar soal perbedaan pelaksanaan ibadah-ibadah tersebut, adalah hasil dari kemalasan berpikir.  Padahal, setelah kita mengetahui alasan atau dalil-dalil yang digunakan, meskipun sedikit yang kita pahami, segalanya bisa menjadi sangat masuk akal.  Bahkan -mungkin- kita juga bisa saja mengkritisi sebuah keputusan suatu lembaga terkait dengan momen-momen tersebut.  Atau memprediksi kapan waktu yang dirasa lebih tepat untuk melaksanakan Ramadhan, Lebaran atau ‘Iedul Adha.  Setidaknya untuk diri sendiri, syukur-syukur bisa memahamkan orang lain juga.

Kalau dipikir lebih jauh, indah sekali bagaimana Allah SWT mengatur hal-hal semacam ini.  Dalil-dalil mengenai awal dan akhir Ramadhan -misalnya- terasa lebih fleksibel.  Membuka peluang akal untuk melakukan ijtihad serta mengeksplorasi lebih jauh tentang ilmu pengetahuan yang terkait dengan proses tersebut.  Meski banyak yang mencukupkan dengan makna harfiahnya, tetapi banyak pula yang memilih untuk semakin mendalami kajian bidang tersebut.  Hasilnya, muncul metode hisab yang erat kaitannya dengan Astronomi atau ilmu falak.  Karenanya, perhitungan dan prediksi terjadinya fenomena alam semacam gerhana matahari, gerhana bulan atau waktu shalat menjadi lebih presisi.  Gerhana bulan yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir, sudah dapat diprediksikan berbulan-bulan sebelumnya.

Tentu saja, kita semua ingin melaksanakan Ramadhan, Iedul Fitri dan Iedul Adha secara bersama-sama.  Dan tahun ini, insya allah, semua itu dapat terlaksana.  Muhammadiyah dan PERSIS -meskipun memiliki kriteria hisab yang berbeda- sudah sepakat bahwa Ramadhan, ‘Iedul Fitri dan ‘Iedul Adha tahun ini tidak akan terjadi perbedaan hari lagi.  NU, Hizbut Tahrir dan Pemerintah memang belum memutuskan karena menggunakan metode Ru’yatul Hilal.  Akan tetapi, jika dilihat dari data hisab yang didapat dari Muhammadiyah dan Persis, kemungkinan besar tidak akan terjadi perbedaan waktu dalam pelaksanaan momen tersebut.  Alhamdulillah.

Sumber Informasi:

loading...