mind.donnyreza.net

Berdo’a, di Media Sosial?

Media-media sosial semacam Facebook dan Twitter memang telah mengubah perilaku penggunanya, dari apa yang biasanya dilakukan di dunia nyata (offline). Kadang -atau sering(?)- terjadi, di dunia maya sudah tidak jelas lagi batasan apakah sesuatu itu lazim bagi publik atau tidak. Bertengkar dan disaksikan ratusan orang, di dunia nyata, mungkin hanya terjadi pada kegiatan debat terbuka. Akan tetapi, di media sosial, semua orang bisa menjadi pelaku … sekaligus ‘penonton’ dan komentator. Memang tidak semua orang juga melakukannya, penekanan saya ada pada kata “bisa”. Sebab, tidak semua orang benar-benar bisa berdebat di dunia nyata. Saya, misalnya, cenderung tidak nyaman berdebat langsung berhadap-hadapan dengan lawan debat dan lebih suka menghindari perdebatan, tapi di dunia maya, saya bisa melakukannya, meskipun belakangan mulai saya kurangi.

Saya sendiri, ketika membaca sebuah ‘kicauan’ di Twitter, sering membayangkan apa yang dituliskan tersebut, diucapkan di dunia nyata. Sebab, saya memposisikan Twitter dan Facebook seperti sebuah forum terbuka atau bahkan … warung kopi :p. Skenarionya sederhana saja. Saat seseorang menulis sebuah kicauan: “duh, lapar, pengen ayam bakar“. Jika kalimat tersebut diucapkan di tengah sebuah kumpulan manusia di warung kopi atau bahkan di tempat nongkrong, masih terdengar lazim, orang lain mungkin akan menimpali, “sama, gue juga“, yang lain mungkin akan ikut juga menimpali, “cari makan, yuk?“.

Bahkan, ketika seseorang melakukan kultwit sekalipun, masih dapat diterima dan lazim terjadi. Anggap saja sebuah kelompok diskusi, di mana salah seorang menjadi pembicaranya. Apa itu kultwit? Kultwit -atau Kuliah Twit(ter)- biasanya merujuk pada kicauan di twitter yang membahas suatu masalah dan sengaja dibuat berseri atau dipecah oleh penulisnya, karena keterbatasan karakter di twitter yang hanya bisa 140 karakter sekali kicau. Bayangkan tulisan ini dipecah per kalimat untuk dijadikan kicauan di twitter … itulah kultwit.

Sekarang bayangkan jika seseorang menulis seperti ini: “sedang pipis, lega sekali rasanya“. Pernahkah terjadi seseorang mengatakan itu di tengah sebuah kelompok? saat sedang pipis? tidak pernah terjadi, kan? Saya sih belum pernah menemukan tulisan seperti itu di Facebook atau Twitter. Beda kasusnya kalau misalkan seseorang menulis, “baru beres pipis” atau “duh, kebelet, kepengen pipis“. Sangat lazim terjadi di dunia nyata.

Kasus lain lagi, misalnya saat sedang berkumpul dengan teman-teman, risih gak sih kita kalau ada pasangan suami-istri bertengkar di tengah-tengah kita? Sama halnya di media sosial. Meskipun rasanya seperti hanya bertengkar berdua saja, tapi kenyataannya banyak orang yang menyaksikan. Sebagianorang akan bertepuk tangan sambil tertawa, sebagian mengelus dada, sebagian lagi tidak ambil pusing atau masa bodoh. Kenyataannya, saya sering menjadi orang yang disebut pertama itu: tepuk tangan dan menertawakan. Jarang-jarang kan ada hiburan suami-istri bertengkar di media sosial? 😀 Lagipula, yang namanya sedang emosi, baik itu di facebook, di twitter atau pun di dunia nyata, hasilnya hampir sama saja: caci maki, ungkapan kekesalan, galau, amarah … ya, yang begitu-begitu itu lah. Ya, saya juga pernah terjebak menjadi pelaku dalam situasi semacam itu, meskipun sejak awal tidak suka melihat orang yang mengumbar masalah rumah tangganya di media sosial, saya juga pernah melakukannya, dan ternyata memang tidak menyelesaikan masalah. Menambah masalah sih iya, malah akhirnya diolok-olok teman dan dipermalukan. Paling minimal, disindir… seperti saya menyindir mereka yang pernah melakukannya.

Bagaimana dengan status atau kicauan yang berisi do’a? Misal, “semoga Timnas Indonesia juara kali ini“? Iya, ini do’a, hanya redaksinya umum saja, diungkapkan di depan rekan-rekan sekantor yang sedang makan siang bersama pun akan dianggap biasa saja. Bahkan kemudian akan menjadi bahan diskusi seru. Begitu pula dengan do’a seperti ini, “hey, kamu ulang tahun? semoga Allah mempertemukan kamu dengan jodoh terbaik …”. Ini juga lazim terjadi di tengah-tengah kumpulan manusia, bahkan yang tadinya tidak tahu akan menjadi tahu dan akhirnya mendo’akan juga. Begitu pula dengan do’a seperti ini: “hari ini teman saya si Fulan menikah, semoga keluarganya diberkahi …“. Ini juga -rasanya- masih lazim, bagi sebagian orang akan dianggap sebuah informasi.

Lantas, bagaimana dengan do’a seperti ini: “Ya, Allah … mengapa masalah ini terasa begitu sulit? berilah Hamba jalan keluar dari masalah ini…”. Atau, “Ya Allah, berilah hamba jodoh terbaik yang Engkau pilihkan untukku“. Serius, pernahkah Anda menemukan orang yang berdo’a seperti itu di tengah-tengah sebuah kerumunan manusia? Saya belum pernah. Kalau pun ada yang melakukannya, paling di dalam hati. Oleh sebab itu, hal semacam ini tidak lazim terjadi. Jika di dunia nyata saja langka terjadi, mestinya di media sosial pun berlaku hal yang sama. Apalagi, do’a semacam itu bersifat sangat personal. Do’a yang bersifat personal seperti itu, mestinya tidak keluar dari wilayah personal juga, apalagi dalam redaksi do’anya, memanggil (mention, dalam twitter) nama Allah. Ini yang saya sebut dengan salah tempat. Meskipun Allah Maha Mengetahui isi hati seluruh manusia, Twitter dan Facebook, bukan media yang tepat. Media sosial pada dasarnya hanya diciptakan untuk berkomunikasi dengan manusia.  Bukankah ada adab berdo’a? Saya sendiri sering tidak yakin, do’a seperti itu, yang dilakukan di media sosial, sungguh-sungguh sebuah do’a atau hanya sebuah pamer masalah dan penderitaan? Sedang bersungguh-sungguh, atau dilakukan sambil lalu? Sedang tengkurep atau sambil jalan kaki? Hanya si penulis saja yang tahu. Memang, segalanya tergantung pada niat. Justru, kalau tergantung niat, bukankah sebaiknya do’a tersebut cukup diketahui diri sendiri dan Allah saja? Haruskah orang lain tahu dengan do’a kita yang sangat personal tersebut? Mengapa tidak sekalian dilakukan sungguh-sungguh, dengan adab yang benar, daripada dituliskan sebagai sebuah kicauan di twitter atau status di facebook? Saya khawatir, jangan-jangan do’a tersebut hanya berhenti sampai ke server saja karena dilakukan secara sambil lalu. Sederhana saja, orang yang berdo’a secara sungguh-sungguh, secara khusyu, dengan adab yang benar, mungkin tidak akan pernah terpikir -apalagi sempat- untuk menuliskan do’a-do’a tersebut ke dalam Twitter atau Facebook.

loading...

Previous

Harmoni

Next

Jodoh

23 Comments

  1. Nanti akan ada masa mungkin… Dimana tak hanya berdoa,, tapi sholat melalui media sosial… >,< jadi mungkin kayak gini "ayo sholat yok, saya yang ngimami dari malang,siapa mau jd makmum"

  2. wahyu

    Hati hati berdoa di media sosial. Tanyakan dalam hati… bisa jadi ujung2nya kita ingin orang lain menganggap kita sbg org soleh.

  3. wahyu

    Hati hati berdoa di media sosial. boleh jadi hati kita sebenarnya ingin kita dipandang sebagai orang soleh,, makanya kita nulis di media sosial

  4. Purakrisna

    Saya sependapat. Doa itu komunikasi yg sangat personal buat seorang umat kepada Rabb-nya. Dan tidak selayaknya diucapkan keras2, & di dinding social media. Nabi pun mengajarkan untuk tidak mengucapkan doa keras2. Apalagi di tulis bagai pengumuman di Media massa. Yang jelas doa di Social Media, jauh dari adab berdoa yg diajarkan oleh Rasullulah SWT.
    BTW silakan kang Donih kasih komen di status saya di Facebook tentang doa di social media ini.. :))

  5. yuniati

    hehehe..jadi berfikir ^^
    tapi kalau mengajak teman2 berdoa gimana ya
    semoga hujan yang dirunkan ini akan penuh barokah (misalnya)
    ntar yg comment atau yg baca ikut meng-amini dalam hatinya…
    kan bagus jadinya..
    ya mmg, semua tergantung niat
    lewat media sosial tp kalau niatnya baik, kenapa tidak
    segala amal harus..”luruskan niat”
    hanya kalau di media sosial mmg org2 banyak tahu
    di situlah kt belajar untuk memperbaiki tiap niatan
    kalau shalat mmg sdh ada tata caranya , kita melihat bagaimana Rasulullah shalat…itu namanya mengada-ada dalam hal ibadah
    kalau doa…
    terserah masing-masing mengambil pendapat yang mana

    jangan lupa
    luruskan niat!!!!! ^^

  6. Don, gua sepakat!

    Seolah Tuhan perlu cek FB/Twitter buat tahu doa makhluknya.

    Kalau emang demikian, we’re in trouble, soalnya the last time I checked, Tuhan ga punya akun FB! 😀

  7. *lagi sholat isya rakaat kedua*

  8. ya ya ya.. saya juga risih dengan perilatu tweeps yang suka berlebihan, menjadikan bahasa di twitter sebagai bahasa sehari2, nulis apa-apa diberi hashtag, diberi tanda mention.. seperti merasa paling gimana gitu..

    apalagi kalo sudah menyangkut pertengkatan, berdoa yang khusus seperti yang dijelaskan di artikel ini, ndak layak diucapkan di twitter, juga jejaring sosial yang lain..

  9. Jack Tjimahi

    *Manggut2*

  10. Kalau saya sih melihat orang berdo’a di social media tidak lain cuma sebuah ekspresi dari apa yang sedang dia rasakan saat itu. Sama seperti halnya seseorang yang bikin status meratap-ratap memanggil ibu atau ayahnya karena kangen, padahal ayah-ibunya gak punya akun Facebook/ Twitter. Menurut kita yang lihat, buat apa coba? Perbuatan yang sia-sia saja, orangtuanya gak mungkin baca. Tapi buat si pembuat status, dia lega, karena sudah menuangkan isi hatinya di media yang ia rasa nyaman. Jadi kesimpulannya memang bukan mau memention ybs dari socmed, tapi hanya bentuk ekspresi spontan saja.

    Bagi saya, tiap orang punya motivasi dan sudut pandang sendiri-sendiri dalam bersosial media. Mungkin Kang Donny menganggap twitter sebagai warung kopi, tapi orang lain belum tentu demikian. Mungkin ada yang menganggap socmed itu tempat sampah yang bebas-bebas saja dibuangi apa saja, dinding buat ‘ngegraffiti’ menulis apapun sekehendak hati yang penting puas, ada yang buat sarana kampanye, dakwah, pencitraan, atau bahkan diary. Dalam diary, saya yakin ada orang yang suka menulis-nulis do’a juga, bikin surat sama Allah. Padahal tak ada tuntunannya berdo’a cara dengan demikian. Jadi saya simpulkan itu adalah ekspresi.

    Saya gak terlalu ambil pusing dengan orang-orang yang suka berdo’a di socmed. Gak berani menyatakan hal yang sia-sia juga, gak berani mencap dia riya juga… Biarlah itu menjadi urusan Allah. Saya hanya bisa melihat kalau itu jauh lebih baik daripada status-status nyinyir, menebar permusuhan, provokasi negatif dan sejenisnya.

    Jika di kerumunan orang di dunia nyata sangat tak lazim sekali ada orang tiba-tiba datang lalu berdo’a menyayat hati (seperti yang Kang Donny tulis di atas). Sama halnya dengan super anehnya seseorang yang tiba-tiba ngakak guling-guling kejengkang sampe masuk selokan, atau joged pisang goyang pompom nari hula-hula di atas onta, atau menendang orang sampai ke Timbuktu, atau tiba-tiba teriak “semongkoooww!” depan Farah Quinn… Tapi di dunia maya kan sah-sah saja. Jadi, berdo’a di socmed juga saya anggap ‘wajar’. Sewajar ekspresi lainnya.

    Tiap orang punya cara sendiri-sendiri dalam mengekspresikan isi hatinya. Yang pasti, siapapun yang melakukan aktivitas apapun di socmed harus siap segala macam konsekuensi. Yang berdo’a di socmed, silakan saja. Apapun motivasinya. Yang tahu persis kan Allah. Jadi biar saja Dia yang memberi ganjaran. Tapi siap-siap aja dapat ejekan, sindiran atau bahkan jempol dan amiin dari sesama manusia 😉

    Oh, iya. Sekalian mau tanya nih, jika berdo’a di socmed dianggap sesuatu hal yang ‘terlarang’ karena adab berdo’a tak terpenuhi, bagaimana dengan berdo’a di media massa seperti televisi, radio, dll? Saya rasa itu lebih tak terpenuhi lagi. Diucapkan dengan lantang, nangisnya juga entah betulan karena khusyu atau karena diambil kamera…. 😉

  11. Kalau doa yang personal niatnya cuma buat pamer atau bisa jadi orang itu pengen curhat di fb tapi mentionnya kepada Allah malah bisa jadi syirik. Karena doa itu pada hakikatnya seolah-olah Allah itu ada di hadapannya. Tapi kalau doa yang umum seperti grup-grup d fb itu yang minta diaminkan saya kurang paham kang. Nih cuma sekadar tukar pendapat kang.

  12. Bisa dikatakan media sosial sudah menjadi suatu panggung sandiwara publik..

  13. Setuju gan

    saya setuju gan! semoga article ini bisa membuka mata orang orang aneh yang berdoa di jejaring sosial…

  14. andoni muhfi

    asalamualaikum ,
    saya ada contoh doa seperti ini , “Ya Allah tuntun lah hamba di jalan kebahagian MU ya Allah !
    klo menurut kalian klo saya mengupdate status tu di Fb boleh apa tidak , soalnya saya sering lakukan itu .
    tolong jawabanya .

  15. auliya

    subhanallah..makasih kak artikelnya.. mencerahkan fikiran banget!

  16. setuju banget, berdoa harus dengan tata cara yang benar, bukan kayak di fb atau twitter

  17. berdoa di socmed walaupun kita niatnya baik, tapi tetep keliatan riya’ di mata orang lain. jadi mending ga usah

  18. ya kalau berdo’a jangan dimedia biasanya orang di facebook, kalau mau berdo’a habis shalat.

  19. hm emang takutnya klo berdo’a di sosmed jadi riya atau mau di puji

Powered by WordPress & Theme by Anders Norén